Media Australia Sebut Virus Corona di Indonesia Tembus 1 Juta Kasus, Ini Alasannya - Channel Media Berita Central Indonesia

Selasa, 11 Agustus 2020

Media Australia Sebut Virus Corona di Indonesia Tembus 1 Juta Kasus, Ini Alasannya

Media Australia Sebut Virus Corona di Indonesia Tembus 1 Juta Kasus, Ini Alasannya

Media Australia Sebut Virus Corona di Indonesia Tembus 1 Juta Kasus, Ini Alasannya
CMBC Indonesia - Dua ahli epidemiologi terkemuka mengatakan bahwa infeksi virus corona di Indonesia kemungkinan sudah mencapai lebih dari satu juta kasus. Ini berarti hampir sepuluh kali lipat dari jumlah resmi yang dilaporkan pemerintah.

Media Australia, Sydney Morning Herald, dalam laporannya pada Selasa (4/8), mengulas masalah jumlah kasus virus di Indonesia, dengan mengutip sumber dari dua ahli epidemiologi terkemuka tanah air.

Indonesia, secara resmi melaporkan 125.396 kasus virus corona, dan 5.723 kematian akibat Covid-19, pada Ahad (9/8). Tetapi, tingkat pengujian Covid-19 di negara ini masih tetap sangat rendah, sekitar 12.000-17.000 orang per hari.

Sehubungan dengan hal itu, Dr Pandu Riono, ahli epidemiologi Universitas Indonesia dan Dr Dicky Budiman, yang memiliki pengalaman 20 tahun menangani pandemi termasuk SARS dan HIV dan bekerja untuk sekretariat ASEAN dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), mengatakan bahwa jumlah kasus kemungkinan sudah mencapai satu juta atau lebih.

“Prediksi saya saat ini, jumlah warga Indonesia yang terinfeksi Covid-19, sekitar satu juta karena mayoritas orang sini tidak menunjukkan gejala,” kata Dr Dicky yang saat ini sedang menyelesaikan gelar PhD tentang pandemi di Griffith University Queensland. “Ini masalah yang sangat serius karena asimtomatik bukan berarti tidak ada penyakit dalam tubuhnya. Jadi kita perlu menempatkan pencegahan sebagai prioritas utama kita. Pencegahan masih lebih baik daripada tertular Covid-19.”

Sedangkan Dr Pandu mengatakan, dia tidak bisa mengatakan dengan tepat berapa jumlah kasus sebenarnya di Indonesia. “Itu banyak, mungkin 10 kali lipat dari angka resmi saat ini. Saya kira kita masih belum tahu, itu tergantung asumsi karena keterbatasan pengujian yang kita miliki, dan kemudian tren kasus baru semakin meningkat,” katanya.

Ditanya mengapa angka infeksi bisa jauh lebih tinggi dari angka resmi yang ditunjukkan, Dr Pandu memberikan tiga alasan utama. “Pertama, anak muda banyak di Indonesia, kedua, tes terbatas, dan ketiga, penularannya masih tinggi, angka positifnya 10 persen atau 12 persen,” jawab Pandu.

Satu juta kasus, berarti Indonesia, rumah bagi 270 juta penduduk, akan berada di lima besar global untuk total kasus positif. Jumlah kasus resmi di negara-negara dengan ukuran populasi yang sebanding, misalnya Amerika Serikat (AS) dan Brasil, masing-masing dengan populasi 330 juta dan 210 juta orang, mencatat 4,8 juta (AS) dan 2,7 juta kasus (Brasil).

Perkiraan dari Dr Dicky dan Dr Pandu didukung oleh sumber diplomatik di Jakarta yang juga mengatakan kepada SMH bahwa mereka yakin tingkat infeksi yang sebenarnya bisa mencapai 1 juta orang.

Sumber-sumber ini mengutip tingkat pengujian yang rendah, terutama di luar ibukota Jakarta, populasi yang relatif muda, usia rata-rata adalah 30 tahun, dan proporsi kematian per kasus yang tinggi.

Ahli epidemiologi dari National University of Singapore, Jeremy Lim, yang meneliti dengan cermat busur pandemi di Indonesia, juga percaya bahwa negara tersebut kemungkinan memiliki jumlah kasus yang jauh lebih tinggi.

“Ini secara substansial lebih besar dari apa yang dilaporkan. Itu adalah kesimpulan yang adil dari semua poin data, tetapi untuk menjabarkan sebuah angka, saya tidak memiliki cukup informasi pada saat ini,” kata Lim.

Standar minimum WHO untuk pengujian adalah satu kasus yang dicurigai diuji per 1000 orang, per minggu, tetapi di seluruh Indonesia, kurang dari setengah dari standar WHO. Sejauh ini baru Jakarta yang mengelola lebih dari empat tes per 1000 orang.

Angka-angka Indonesia ini sangat jauh tertinggal jika dibandingkan dengan negara tetangga Singapura, Malaysia, dan bahkan Filipina, yang merupakan negara terparah kedua di Asia Tenggara.

Dr Pandu mengatakan dia merevisi prediksi sebelumnya bahwa virus dapat mencapai puncaknya pada 4000 kasus per hari pada Oktober mendatang. “Jika pemerintah pusat dan provinsi tidak bertindak untuk memberlakukan pembatasan yang lebih ketat untuk mengekang penyebaran virus, maka akan lebih dari 4000 kasus per hari, dan kita tidak bisa melihat puncaknya tahun ini,” katanya. “Masih akan meningkat pada kuartal pertama tahun depan jika mereka tidak melakukan apa-apa. Itu pada kecepatan transmisi saat ini.”

Dia sebelumnya merekomendasikan pemerintah mempromosikan tindakan yang dikenal sebagai “tiga M”; masker, menjaga jarak dan mencuci tangan, untuk menghentikan penyebaran penyakit karena program Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pemerintah pusat bisa dibilang gagal total. [ins]




Loading...
loading...

Berita Lainnya

Berita Terkini

© Copyright 2019 cmbcindonesia.com | All Right Reserved