CMBC Indonesia - Hutan Bambu di Arashiyama, menjadi salah satu tempat yang paling banyak dikunjungi di Kyoto, Jepang. Namun, sejak penyebaran virus corona (Covid-19) yang menjadikan Jepang negara ‘sarang’ corona kedua di luar Cina, tempat itu cukup sepi hingga terdengar suara bambu berderit karena tiupan angin.
Begitu juga dengan kereta gantung Ngong Ping 360 di Hong Kong. Kereta itu melayang di atas Pulau Lantau dan membawa penumpang ke patung Buddha terkenal di tempat itu. Namun, saat ini, kereta itu hanya diam bergantung dan kosong, tidak ada penumpang.
Sementara itu di Vietnam, himpitan kelompok wisatawan biasanya menjejalkan Jembatan Lentera di salah satu kota kuno, Hoi An. Namun, suasana itu menghilang akhir-akhir ini.
Di Kamboja, tepatnya di Siem Reap, tempat dimana wisatawan menemui Angkor Wat, terlihat sepi dalam tiga minggu terakhir. Para agen tur biasanya terlihat sibuk menghadapi pemesanan wisatawan.
Menurut data World Travel and Tourism Council, epidemi virus corona mulai berdampak pada pariwisata global yang sudah menyumbang 8,8 Triliun AS dolar pada tahun 2018. Beberapa ekonom mengatakan virus tersebut bisa menjadi hambatan terbesar pada pertumbuhan ekonomi global sejak krisis keuangan. Mereka memperkirakan kerugian juga datang dari maskapai penerbangan sekitar 29 Miliar AS dolar tahun ini.
Dilansir dari The New York Times, negara-negara yang bergantung pada pariwisata Cina, termasuk Vietnam, Thailand, Kamboja, Malaysia, dan Singapura, masing-masing negara itu diperkirakan akan kehilangan setidaknya 3 Miliar AS dolar untuk pendapatan di sektor pariwisata.
Menurut analis dari GlobalData, Animesh Kumar, kerugian besar itu sebagian besar bukan hanya karena tidak adanya turis Cina, tetapi juga karena beberapa wisatawan dari negara lain tidak ingin bepergian ke negara yang dekat dengan Cina.
Tidak hanya turis, pemilik usaha bidang pariwisata juga menerima pahitnya dampak virus corona terhadap keuangan mereka. Salah satunya dirasakan oleh Fabien Martial, berusia 46 tahun yang menjadi pemilik 35 kamar di Viroth’s Hotel di Thailand.
Selama Tahun Baru Imlek, kata Fabien, 70% kliennya berasal dari Cina, tetapi tahun ini mereka semua membatalkan perjalanan mereka. Dia menuturkan, hotelnya sudah beberapa hari kosong sepenuhnya.
“Saya sudah pernah merasakan ini dari virus SARS, flu burung, dan kerusuhan politik. Saya sudah belajar untuk bersabar dan bertahan. Bisnis dan pariwisata ini akan kembali,” katanya. (ns)
Loading...
loading...