CMBC Indonesia - Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Gembong Warsono angkat bicara terkait 7 fraksi yang menolak paripurna Gubernur Anies Baswedan terkait interpelasi formula E.
Gembong mengatakan penolakan seharusnya diungkapkan di rapat paripurna, bukan di rumah makan.
"Tempat penolakan interpelasi ya di paripurna. Bukan di rumah makan," kata Gembong, kepada wartawan, Senin (27/9/2021).
"Silakan saja 7 fraksi menyampaikan penolakan terhadap usul interpelasi yang secara prosedural sudah memenuhi syarat sebagaimana yang tertuang dalam tata tertib dewan," lanjutnya.
Gembong mengatakan rapat paripurna akan tetap berjalan. Jika tak memenuhi kuorum, rapat akan ditunda.
"Paripurna tetap berjalan, tapi sesuai tata tertib kan harus kuorum, kalau nggak kuorum bisa ditunda," ucapnya.
Dia juga menepis anggapan paripurna interpelasi ilegal. Menurutnya, jadwal paripurna sudah sesuai kesepakatan di badan musyawarah.
"Apanya yang ilegal. Kan sudah dibamuskan. Tugas bamus adalah menjadwalkan agenda-agenda dewan. Ilegalnya di mana? Pegangan kami tatib," ujarnya.
7 Fraksi Tolak Paripurna Interpelasi Anies
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dari F-Gerindra M Taufik menyatakan tujuh fraksi menolak menghadiri rapat paripurna interpelasi Gubernur Anies Baswedan terkait Formula E. Taufik menyebut paripurna yang dijadwalkan besok disahkan dengan cara ilegal.
Taufik menyatakan hal itu dalam jumpa pers perwakilan 7 fraksi DPRD DKI di luar Fraksi PDIP dan PSI. Pertemuan itu digelar setelah Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi menjadwalkan paripurna interpelasi Formula E.
Dalam pertemuan tersebut, semua Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta serta perwakilan 7 partai, yaitu PKS, Gerindra, Partai Demokrat, PAN, NasDem, PPP-PKB, dan Golkar, bulat menyatakan rapur interpelasi yang dijadwalkan ilegal.
"Tujuh fraksi dan empat Wakil Ketua DPRD DKI menyatakan rapat paripurna yang digelar hari ini tidak layak dihadiri, baik eksekutif maupun anggota DPRD DKI," kata Taufik dalam Konferensi Pers di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (27/9/2021).
"Kami menyampaikan rapat tadi yang menetapkan rapat paripurna interpelasi itu ilegal. Maka, karena rapatnya ilegal, maka hasil produksinya menjadi ilegal juga," sambungnya.
Taufik menegaskan tindakan Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi melanggar Pasal 80 ayat 3 Tata Tertib (tatib) DPRD DKI. Ketentuan itu menyebutkan setiap surat undangan rapat yang dikeluarkan wajib diteken Ketua DPRD DKI Jakarta dan setidaknya mendapat paraf dua wakil ketua.
"Ini kan namanya bentuk pelanggaran tatib sendiri. Masa tatib yang disahkan dan Pras yang mengetuk palunya, dia sendiri yang melanggar," tegasnya.(detik)
Loading...
loading...