CMBC Indonesia - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj menganggap gerakan 212 tidak bisa disebut sebagai kebangkitan Islam.
Menurutnya, momen 212 pada 2 Desember 2016 itu lebih merupakan agenda politik yang dibungkus dengan agama.
Said Aqil Siradj menyebut momen 212 bukan kebangkitan Islam karena ada tujuan politik.
Menurut dia, aksi 212 semacam agenda politik yang menggunakan topeng agama Islam.
"Kalau menurut saya itu bukan kebangkitan islam karena jelas tujuannya politik mengatasnamakan agama," kata Said Aqil dalam wawancara yang ditayangkan kanal Youtube TVNU.
Said mengaku ada sebagian kalangan NU yang menyebut 212 sebagai kebangkitan Islam. Namun, ia menolaknya.
Dia juga mengklaim sebagai salah satu orang yang bersuara lantang menolak 212 disebut sebagai kebangkitan Islam.
Said mengamini ada pula tokoh NU lain yang mengkritik 212. Namun, ia menganggap dirinya salah satu yang bersuara keras menolak 212 disebut sebagai kebangkitan Islam.
"Menurut saya itu bukan kebangkitan Islam, karena tidurnya di masjid, salatnya di lapangan. Itu yang tidak benar menurut saya," kata dia.
Ketua Persaudaraan Alumni 212 Slamet Maarif sudah dihubungi untuk dimintai tanggapan. Namun yang bersangkutan belum merespons.
Aksi 2 Desember atau yang sering disebut 212 digelar pada 2016 lalu. Ada begitu banyak warga muslim yang ikut dalam aksi di kawasan Monumen Nasional.
Mereka menuntut Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok diadili karena menistakan agama Islam.
Pada Pilkada DKI Jakarta 2017, Ahok yang berpasangana dengan Djarot Saiful Hidayat kalah dari Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
Seiring berjalannya waktu, Ahok divonis bersalah dan dihukum penjara terkait kasus tersebut. Kini sudah bebas dan menjadi komisaris utama PT Pertamina.
Mereka yang dulu menginisiasi aksi 212 kini membuat suatu kelompok bernama Persaudaraan Alumni 212. Beberapa kali menggelar reuni 212 setiap 2 Desember. (asumsi)
Loading...
loading...