CMBC Indonesia -Anggapan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror terkesan asal tangkap pelaku tindak pidana teror sangatlah berlebihan.
Demikian disampaikan Menko Polhukam Mahfud MD saat jumpa pers virtual di kanal YouTube Kemenko Polhukam RI, pada Sabtu sore (20/11).
Menurut Mahfud, Densus dituding berlebihan lantaran menangkap anggota komisi Fatwa MUI, seakan dianggap melanggar muru’ah Majelis Ulama dan dikesankan pemerintah dihadapkan dengan MUI.
Ditegaskan Mahfud, pemerintah dengan MUI itu dekat dan saling berkomunikasi terus menerus, semua sepakat untuk melawan teroris.
"Adapun, Densus itu sudah melakukan surveillance sudah lama. Itu semua sudah dibuntuti pelan-pelan. Kalau langsung tangkap, nanti berlebihan, dikira asal tangkap. Sebelum bukti kuat, tidak boleh menangkap teroris," tegasnya.
Mahfud menjelaskan, sesuai UU 5/2018 hukum khusus untuk terorisme dengan treatment khusus dan tidak sembarangan. Oleh karena itu, kata Mahfud, begitu teroris ditangkap harus bisa meyakinkan dan dibuktikan di pengadilan.
"Kalau pakai menggunakan UU terorisme. Kalau menggunakan UU lain bisa gagal. Kalau terorisme, biasanya sudah lengkap kaitan bukti-buktinya," tuturnya.
Oleh sebab itu, Mahfud meminta semua pihak untuk mempercayakan proses hukum terhadap UU yang berlaku.
"Yang penting itu begini, mari bekerja dengan baik, semuanya untuk menjaga keamanan negara ini, karena nanti jangan sampai mengatakan pemerintah kecolongan. Ini pemerintah kan serbadituding. Dulu ada bom meledak, katanya pemerintahnya bego. Sampai bom meledak di Makassar dan Surabaya. Itu bertindak lebih cepat, pemerintah sewenang-wenang," jelasnya.
Atas dasar itu, Mahfud berharap semua pihak untuk proporsional dalam menyikapi fenomena hukum yang terjadi. Jangan sampai, nanti ada usulan agar pemerintah diam dan tandanya setuju.
"Lalu terjadi sesuatu, anda bilang kami, kan, hanya usul. Enggak boleh bilang begitu. Negara harus antisipatif. Kalau salah, meskipun itu pemerintah, mari selesaikan secara hukum. Kan, ada hukum," tandasnya(RMOL)
Loading...
loading...